Friday 27 September 2013

Pembukaan Kios Pangan Desa Sri-Tanjung II Wonokitri, Pasuruan-Jawa Timur

Malam Sabtu Wage, 27 September 2013 kembali di Buka Kios Pangan Desa (KPD) baru di Wonokitri, Pasuran Jawa Timur atau desa terakhir pintu masuk kawasan Bromo. Dengan lokasi yang cukup strategies karena dekat dengan pasar krempyeng desa, maka instrumen utama stabilisasi harga ini diharapkan akan memberi dampak lebih besar. Tidak hanya menstabilkan harga, diharapkan KPD baru ini mampu mewadahi kelompok masyarakat miskin agar mereka mendapatkan pelayanan pangan yang murah dan bermutu selain membangun rasa kebersamaan. Bersama dengan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Universitas Brawijaya, Serta Brawijaya Agroventura, maka ke depan langkah USPD akan semakin berkembang. Selamat, tim USPD.......!

Thursday 26 September 2013

Menjajal Kekuatan Stabilisasi Harga KPD Sri-Tanjung di Hari raya "Karo"

Karo (Bulan kedua penanggalan Tengger) adalah hari raya masyarakat Tengger yang didedikasikan untuk 24 keturunan Joko Seger dan Roro Anteng. Selayaknya Idulfitri, kebutuhan pangan pada hari Karo meningkat tajam. Mereka menyembelih babi ayam atau belanja daging serta pakaian layaknya hari raya. Tidak mengherankan jika Karo harga-harga meningkat tajam karena ulah para spekulan dadakan. Melalui Kios Pangan Desa (KPD) kami menguji kemampuannya dalam menstabilisasi harga pangan tingkat desa. Harga ketan yang selalu naik hingga 17 ribu untuk kualitas Sintanola merah Thailand di hari Raya Karo kita stabilisasi dengan harga Rp. 15.500,_ dari ketan produksi USPD Sritanjung. Alhasil, harga ketan satu desa berkisar antara Rp. 15.500,_ hingga Rp. 16.000,_ saja hingga H-10 Karo tahun ini. Penduduk desa dapat menghemat hingga Rp. 1.500,_ per kilogram. Beras produksi KPD Sri-Tanjung sedang (label warna kuning) kita lepas di harga Rp. 8.500,_ per kg dimana kualitas yang sama bisa mencapai Rp. 9.000,_ dihari Karo. Minyak sayur di pasaran yang biasanya dijual dengan harga Rp. 13.000,_ per kg kita lepas di Rp. 12.500,_. Hasilnya baik beras maupun minyak harga lokal stagnan di Rp. 13.000,_ ditingkat petani. Gula yang harganya relatif normal dimana intervensi KPD- Sritanjung tidak diperlukan kami mengajarkan "kejujuran" pada pedagang melalui semboyan anti "Nyuri Timbangan". Sebagaimana kita tahu, jika kita membeli gula dengan harga murah maka pasti timbangnnya tidak tepat kadang hingga satu ons. Meski kecil, kami yakin langkah ini dapat menekan inflasi terutama harga bahan pokok di level desa. Tidak hanya itu tradisi bertransaksi yang jujur juga kita ajarkan melalui motto anti nyolong timbangan. Inilah tawaran kami kepada sistem distribusi dalam perekonomian rakyat untuk lebih berpihak pada masyarakat. Jika ingin ekonomi kita tumbuh dengan berkeadilan, maka waktunya kita membalik logika dengan jalan mendorong kebiasaan "traders create market" dimana pedagang sangat dominan menjadi "custumers create market"  dimana pelanggan jadi dominan.