1. Kerangka Konsep USPD

Hasil riset pendahuluan kami menunjukkan bahwa stabilisasi harga pada level komunitas sangat tergantung pada ketersediaan cadangan pangan dan jaringan pemasaran. Sementara itu pembanguan cadangan pangan yang paling efektif melalui transaksi pangan sehingga lebih progresif dan berkelanjutan (Purnomo et al, 2013). Pola-pola program pemupukan caangan pangan yang dikembangkan oleh pemerintah relatif kurang berlanjut karena skala ekonominya tidak tercapai sehingga tidak mampu membiayai sendiri aktifitasnya setelah program selesai. Ketersendatan lumbung-lumbung pangan desa yang selama ini dikembangkan oleh pemerintah menjadi cermin kekurang efektifan model. Berkaca pada hal tersebut, maka Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya merancang suatu model yang kami sebut sebagai Unit Stabilisasi Pangan Desa (USPD). Model ini diharapkan mampu melakukan fungsi pemupukan cadangan pangan sekaligus pengendalian harga pangan pada level desa sekaligus menjadi lembaga yang mampu membiayai dirinya sendiri tanpa bantuan pemerintah.
USPD merupakan lembaga yang dirancang agar berfungsi (1) menstabilkan harga pangan pokok, (2) membangun cadangan pangan komunitas, juga (3) meningkatkan pendapatan keluarga miskin. USPD berkomitmen untuk membangun jaringan pangan secara nasional berbasis komunitas untuk menguatkan pilar utama kemandirian pangan nasional. USPD bekerja di akar rumput untuk mendukung sepenuhnya usaha-usaha tingkat makro yang dilakukan oleh Negara melalui Bulog. Jaringan USPD melalui kios-kios pangan desa dapat menjadi simpul pangan komunitas yang mampu mengendalikan harga sekaligus pemupukan cadangan pangan.
Cadangan pangan dibangun dari jasa transaksi pangan ditingkat KPD (kios pangan desa)dengan jalan memotong harga setor. Setiap satu kilogram transaksi pangan maka USPD menambahkan uang Rp. 100,_ sebagai tabungan pangan. Tabungan pangan inilah yang selanjutnya diakumulasi menjadi cadangan pangan. Uang tersebut dikumpulkan oleh USPD menjadi cadangan pangan yang dimiliki oleh pembeli. Secara transparan setiap tiga bulan masing-masing pembeli mengetahui berapa besar cadangan pangan yang terkumpul. Kios Pangan Desa hanya boleh menjual stok pangan terutama beras sisa cadangan pangan tersebut. Demikian terus menerus sehingga cadangan pangan terbangun ditingkat komunitas secara akumulatif.
Kenapa mereka mau membayar? Apakah tidak menambah harga? Secara sosiologi toko-toko pangan kecil di pedesaan konsumennya sangat loyal/dedicated. Hanya selisih harga besar saja yang merubah kebiasaan mereka. Komunitas toko inilah sangat potensial kita organisir menjadi kekuatan ekonomi komunitas. Disisi lain, USPD yang berpusat di tingkat kabupaten atau kota dapat berperan sebagai unit pengadaan kios-kios pangan tersebut sehingga bisa lebih efisien. Secara sistematis USPD pusat membangun jaringan dengan produsen seperti petani tebu dan padi untuk menjaga suplay sehingga rantai pemasaran menjadi lebih pendek. Pola distribusi padi yang bisa 6 tingkat (petani-pedagang pengumpul-penggilingan-pedagang beras besar-pedagang beras kecil-lalu ke konsumen) dirubah menjadi (Petani-USPD-KPD-Konsumen). Selisih rantai pasok inilah yang dibidik oleh USPD sehingga Ia menjadi institusi ekonomi yang efisien.
Pada saat bersamaan, USPD juga bisa menjadi radar untuk mendeteksi kerawanan pangan desa secara dini. Cadangan pangan USPD dapat disalurkan pada golongan rawan pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka. Sementara itu, desa juga mampu meningkatkan cadangan pangannya sehingga lebih tahan menghadapi gangguan kerawanan pangan. Harga-harga yang ditawarkan adalah harga sebenarnya karena USPD dirancang dengan nilai transparansi karena kepemilikan USPD adalah konsumen dan kios-kios pangan desa. Mereka membangun cadangan pangan sendiri dan membesarkan toko milik kereka sendiri. Pengalaman dua tahun terakhir mengelola USPD, harga pasaran selalu di atas harga kios-kios pangan desa USPD.
Mekanisme tersebut dilandasi oleh temuan bahwa negera meskipun kuat tetap memiliki keterbatasan mengatur masalah pangan. Sehingga membangun stok pangan level komunitas menjadi keniscayaan. Tentu mekanismenya bukan sistem lumbung pangan yang terbukti kurang efektif tetapi membangun cadangan pangan yang melekat pada proses transaksi ekonomi sehingga pembiayaan operasional kelembagaan dan manajemen cadangan pangan menjadi lebih efisien.Komunitas didorong untuk membangun cadangan pangan mereka sendiri melalui tabungan-tabungan pangan. Pada masa lalu kita punya istilah “Jimpitan” atau menyisihkan barang satu cangkir beras untuk kepentingan umum. Beras tersebut selanjutnya terakumulasi menjadi barang publik yang bisa dipakai untuk pembiayaan-pembiayaan publik. Jika pada masa lalu mereka melakukan itu voluntery atau sukarela maka sekarang jimpitan dimasukan dalam transaksi pembelian sembako.Sebagai ilustrasi berikut adalah kerangka konsep USPD;

2. Instrumen-instrumen USPD

 

Kios Pangan Desa (KPD)

Kios Pangan Desa adalah instrumen USPD yang dirancang sebagai media stabilisasi pangan ditingkat desa sekaligus media untuk membangun cadangan pangan dari akumulasi keuntungan. Kios ini memberikan fungsi ganda yaitu menambah pendapatan petani miskin terutama pemilik kios pangan desa yang tidak mampu mengakses kapital dan mestabilkan harga pangan sekaligus membangun cadangan pangan. Melalui kios ini maka keterbaruan cadangan pangan dapat teratasi sementara pengelola mau bergerak karena ada keuntungan ekonomis. Keduanya adalah kelemahan lumbung pangan sehingga USPD belajar dari sistem tersebut secara masif menggunakan transaksi ekonomi sebagai media untuk pemupukan cadangan pangan. 

Tabungan Pangan

Tabungan pangan adalah produk USPD selain Kios pangan desa/Kios. Tabungan dihimpun melalui transaksi pembelian mirip jimpitan pada masa lalu. Setiap satu kilogram transaksi gula, beras, dan minyak goreng pembeli menabung Rp. 100,_. Tabungan tersebut selanjutnya dikelola oleh USPD sehingga terakumulasi menjadi saham bagi konsumen di USPD. Secara bersamaan tabungan ini akan dikonversi sebagai cadangan pangan komunitas. 

Cadangan Pangan

Cadangan pangan adalah stok pangan pokok yang diperoleh dari masyarakat baik dari hibah pangan ataupun tabungan pangan yang dikumpulkan melalui transaksi. Cadangan pangan diperoleh dari konversi tabungan pangan. Cadangan pangan yang dihimpun tersebut akan digunakan oleh anggota apabila terjadi bencana atau paceklik. Karena cadangan pangan terus berputar pada proses transaksi maka sustainabilitas/keberlanjutannya relatif terjaga dibandingkan dengan sistem lumbung pangan. Karena cadangan pangan ada di Kios Pangan Desa, maka biaya-biaya kerusakan dapat dihindari termasuk biaya gudang yang termasuk mahal.

Hibah Pangan

Hibah pangan adalah media yang disediakan USPD untuk mendayagunakan hibah-hibah pangan baik dari perseorangan, instansi pemerintah, dan swasta melalu CSR, atau donor-donor lain. Karena basis kami adalah komunitas maka pihak penghibah dapat memperoleh manfaat langsung terutama media sosialisasi. Komunitas USPD sangat terorganisir sehingga mudah untuk digerakan.

Layanan Pangan

Layanan pangan adalah instrumen yang dirancang untuk menyalurkan hibah-hibah pangan kepada kelompok rawan pangan. Layanan pangan ini dirancang khusus untuk menggantikan pola pembagian raskin yang terkesan meredahkan orang miskin. Melalui kios pangan desa, maka mereka yang rawan pangan seolah-olah membeli tetapi dengan harga murah dengan kualitas yang baik. Sasaran layanan adalah Rumah tangga miskin sebagai kelompok paling rawan pangan. Meskipun berupa layanan, penyaluran kepada masyarakat miskin tetap memperhatikan stabilitas sistem USPD artinya tidak mendistorsi transaksi ekonomi KPD dan anggota. 

Pojok Pangan Alternatif

Pojok Pangan alternatif (PPA) dikembangkan oleh USPD sebagai program diversifikasi pangan. Gejala perkembangan penyakit de-generatif akibat kesalahan pola pangan menjadi konsen PPA. Dalam jangka panjang PPA juga menjadi media pembelajaran bagi melek pangan sehat bagi komunitas. JKPA atau Jaringan Komunitas Pangan Alternatif adalah jaringan kerja yang bertujuan untuk mengorganisis seluruh anggota USPD baik Kios Pangan Desa/Kota, Institusi pemerintah/Swasta terkait, juga pada individu-individu yang konsen atas isu-isu kedaulatan pangan. Jaringan ini akan menjadi media pertukaran informasi pasar, kebutuhan komunitas, serta kegiatan-kegiatan pendidikan pangan. Melalui JKPA diharapkan rakyat tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan pangannya tertapi juga melek kesehatan pangan sekaligus melek politik pangan. USPD menyadari bahwa kecukupan beras sebagai misal, tidak hanya sekedar cukup jumlah beras tetapi juga harus tahu "perpolitikan" beras. 

3. Desain Kelembagaan USPD

Desain kelembagaan USPD pada dasarnya dibangun secara nasional dimana masing-masing level memiliki tugas-tugas khusus sesuai dengan cakupan kerjanya. Pada level desa, organisasi dipimpin oleh manajer pangan desa (MPD) yang hanya bertanggungjawab memanajemen operasional Kios-Kios Pangan Desa (KPD) serta aktif mencatat dan melaporkan perkembangan dinamika harga pangan pada tingkat kabupaten. Pendampingan KPD agar menjadi lebih maju dan meluas jangkauannya serta baik administrasi pencatatan tabungan panganya menjadi tugas utama MPD. MPD juga dapat merekomendasikan penutupan dan pembukaan kios pangan desa atas persetujuan Manajer Pangan Kawasan.
Pada level kabupaten USPD dikendalikan oleh manajer pangan kawasan (MPK) yang bertanggungjawab untuk mengendalikan Unit USPD terkecil karena pada level ini kebijakan pengendalian harga sudah dilakukan. Manajemen stok dan pengadaan bahan pangan sekaligus pengemasan juga menjadi tanggungjawab MPK. MPK juga berkewajiban untuk mengelola cadangan pangan yang terkumpul dari kios-kios pangan desa. Kawasan setara kabupaten merupakan agregasi paling efisien dalam distribusi karena keterjangkauannya, selain itu koordinasi dengan pemerintahan sebagai pengendali harga terkecil ada di kabupaten/kota. Namun demikian kebijakan hanya dapat dilakukan jika mendapat persetujuan Manajer Pangan Wilayah (MPW).
Pada level provinsi, USPD dikendalikan oleh manajer pangan wilayah (MPW) yang bertanggungjawab untuk mendukung operasional USPD kawasan. secara bisnis MPW merupakan aktor penghubung antar USPD kawasan sehingga terjadi moderasi distribusi barang. Selain itu kerja-kerja advokasi juga menjadi konsen MPW terutama berkaitan dengan pembuatan instrumen-instrumen peningkatan kapasitas MPK dan MPD. MPW merupakan pengambil keputusan pengendalian harga tingkat propinsi berdasarkan masukan dari MPK. Secara aktif MPW berkoordinasi dengan manajer pangan nasional (MPN) untuk mengambil kebijakan pengendalian harga.
Pada level Nasional, operasional USPD didikung oleh Manajer Pangan Nasional yang bertanggungjawab untuk memberi dukungan pada operasional USPD dibawahnya. Dia bertanggungjawab untuk mengambil langkah kebijakan pengendalian harga secara nasional bersamaan dengan pemerintah pusat. MPN juga mengendalikan cadangan pangan agar sepenuhnya dapat menjadi kekuatan stok pangan nasional. MPN berkoordinasi dengan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pembangunan stok pangan dan cadangan pangan sekaligus pengendali inflasi nasional. Secara lebih ringkas, gambaran dari level koordinasi dari USPD dapat dilihat pada gambar berikut:



Desain kelembagaan USPD pada dasarnya adalah perangkat aturan dan struktur untuk menjalankan USPD beserta hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat. Pada level propinsi, pemerintah provinsi, swasta, dan Perguruan Tinggi bisa menjadi konsorsium yang menaungi lembaga ini. Melalui tabungan pangan sebagai shareholder, konsumen juga memiliki hak untuk menentukan arah gerak lembaga. Pemilik KPD dapat berkontribusi melalui sewa tempat dikiosnya. Jadi produsen dan konsumen difasilitasi oleh konsorsium membangun jaringan pangan sendiri. Struktur fungsional yang menjalankan USPD adalah sebagai berikut:

4. Tahap Implementasi

Pengembangan USPD mengadopsi prinsip dasar riset aksi. Riset aksi ini dibagi menjadi tiga tahap kegiatan yakni tahap implementasi, rekontruksi model, dan tahap diseminasi model. Pertama, tahap implementasi USPD terdiri dari kegiatan survey produksi pangan kawasan, survey kebutuhan pangan keluarga, survey simpul pangan komunitas calon kios pangan desa, FGD pendirian kios pangan desa, serta FGD perumusan kelembagaan USPD. Seluruh kegiatan tersebut direkontruksi melalui panel ahli terdiri dari para ahli bidang pangan serta pengelola kios-kios pangan desa dan para kepala desa lokasi implementasi. Panel ahli digunakan untuk mengevaluasi efektitas survey-survey yang dilakukan sehingga kuisioner yang dipakai menjadi lebih tajam dan aplikatif sehingga dapat digunakan dalam penyusunan buku pedoman.
Survey dilakukan untuk memetakan kebutuhan rata-rata pangan keluarga yang dapat digunakan sebagai acuan berapa kebutuhan rata-rata mereka yang potensial dipenuhi oleh sistemUSPD. Selain itu pemetaan ini juga digunakan untuk melihat prioritas dari belanja mereka sehingga barang yang akan disediakan oleh USPD mengikuti tingkat kepentingan barang tersebut. Survey juga dilakukan untuk memetakan dimana kira-kira titik distribusi yang paling efisien dengan mempertimbangkan jangkauan terhadap pelanggan serta kemudahan transportasi. Pada saat yang sama darisurvey ini kita juga dapat menggali produksi-produksi apa saja yang dihasilkan oleh komunitas tertentu untuk selanjutnya dicarikan komunitas lain yang memerlukan.jadi USPD menjadi HUB bagi distribusi barang kebutuhan petani sekaligus memoderatori distribusi hasil mereka.
Kedua, rekontruksi model yang sudah diterapkan berdasarkan evaluasi seluruh tahapan pengembangan. Rekontruksi ini dilakukan melalui workshop terbatas untuk merumuskan model generik bagi kabupaten/kota diseluruh Jawa Timur. Model generik tersebut selanjutnya dilengkapi dengan buku pedoman pengembangan USPD dilakukan melalui FGD dengan wakil-wakil badan ketahanan pangan Kabupaten Kota, juga Badan Ketahanan Pangan Provinsi. Pedoman memuat seluruh tahapan pengembangan mulai dari tahap survey, penetapan Kios Pangan Desa (KPD), dan pembentukan kelembagaan hingga pelepasan pada masyarakat.
FGD I dilakukan untuk  mendirikan kios pangan desa serta menentuan mekanisme pembangunan cadangan pangan. FGD I juga menjadi forum bagi tim dengan masyarakat sehingga kesepakatan-kesepakatan melekat pada peserta yang ikut dalam FGD I sebagai calon pengelola kios pangan desa sekaligus para calon konsumen. Secara bersamaan, melalui forum ini masyarakat mulai tersosialisasikan pendirian USPD sehingga mereka tertarik untuk secara aktif menjadi bagian dari sistem. Penentuan cadangan pangan sebagai tujuan pokok USPD juga disepakati sehingga calon pengelola dan calon anggota mengerti kedudukannya dalam sistem yang dikembangkan.
FGD II dilakukan untuk membangun jenis kelembagaan serta prinsip-prinsip dasar organisasi dan organisasi pengelola. Pada tahap ini peserta didorong untuk mengambil keputusan tentang bentuk organisasi yang cocok dengan karakteristik USPD agar secara hukum mereka tahu hak dan kewajibanya. Pada saat yang sama organisasi pengelola juga secara perlahan untuk diserahkan pada mereka dengan tetap mendapatkan asistensi dari tim USPD awal. Dalam sistem ini para anggota USPD juga dimungkinkan untuk mengambil profesional untuk mengurusi fungsi-fungsi manajerial karena sebagian besar dari mereka memiliki pekerjaan sendiri dan fokus pada kios pangan desa.
Ketiga, diseminasi model pada Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggunakan “world cafe methods” dimana para pengambil kebijakan diajak untuk menyepakati implementasi model yang ditemukan. Hasil dari kegiatan ini adalah road map pengembangan USPD di Jawa Timur. Draft tersebut  adalah bagian dari nota kebijakan gubernur untuk pengembangan USPD secara bertahap di Jawa Timur. Pada tahun kedua pemerintah provinsi dapat mengembangkan USPD di beberapa kabupaten/kota sebagai pilot projek. Secara rinci kegiatan riset ini dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1 Aktifitas implementasi USPD, Metode dan, Keluaran
AKTIFITAS
METODE
KELUARAN
Tahap implementasi


Data produksi pangan kawasan
Data sekunder dan survey
Surplus atau kekurangan jumlah pangan komunitas
Data akses pangan keluarga
Survey dan wawancara mendalam
Peta sumber pangan keluarga/cara keluarga mengakses pangan
Determinasi simpul pangan komunitas calon kios pangan desa
FGD
Jumlah kios pangan tiap desa, lokasi, dan kapasitas
Pendirian kios pangan desa
FGD
Pengelola kios-kios pangan desa
Perumusan kelembagaan USPD
Panel ahli
AD/ART dan struktur kelembagaan
Tahap rekontruksi model


Penyusunan buku pedoman pengembangan USPD
FGD
Buku pedoman implementasi USPD
Penyusunan standard operasional prosedure lembaga
Workshop
Standar operasional prosedure pengelolaan USPD
Tahap disseminasi ke Pemerintah Daerah


Perumusan road map dan nota kebijakan
FGD
Road map pengembangan USPD di Jawa Timur
Diseminasi model pada pemerintah daerah
World cafe methodsdan uji publik
Komitmen perluasan USPD pada skala lebih luas
Sumber: Balitbang Provinsi Jawa Timur 2014

Musyawarah anggota  dilakukan setelah 4 bulan USPD dibuka secara resmi dan beroperasi. Pada tahap ini kesepakatan yang dilakukan pada FGD kedua diformalisasikan dalam bentuk lembaga meskipun masih berupa aturan-aturan pokok. Berdasarkan aspirasi anggota dan saran dari ahli hukum maka bentuk kelembagaan ditentukan. Secara bersamaan pada forum ini peremajaan dan formalisasi pengurus juga dilakukan untuk menjaga sustainabilitas usaha.
Rangkaian implementasi USPD merupakan hasil dari abtraksi seluruh aktifitas kita di lapang saat pemetaan dan survey, disosialisasikan hingga diimplementasikan. Abtraksi ini untuk memberikan gambaran lebih sederhana untuk perluasan USPD pada skala lebih luas terutama desa-desa rawan pangan dengan karakteristik budaya dan produksi yang sama.



Secara skematis, langkah-langkah implementasi USPD dapat dilihat pada gambar berikut:

5. Penutup

Setelah empat tahap tersebut terlampui maka USPD sebagai lembaga telah berjalan meskipun masih terbatas pada daerah-daerah projek. Hingga saat ini telah terbentuk tiga puluh KPD tersebar di Malang Raya dan Pasuruan. Terdapat lima belas KPD yang berjalan di Kecamatan Dampit bekerjasama dengan Asosiasi Petani Sri-Donoretno. Lima KPD di Karangploso Malang bekerjasama dengan Ranting Aisiyah Ngijo dan sepuluh KPD di kawasan desa Penyangga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) bekerjasama dengan Balai Besar TNBTS. 

Sebagai sistem rekayasa kelembagaan, USPD benar-benar dapat dilihat kemampuannya dalam membangun cadangan pangan dan stabilisasi harga memerlukan waktu tidak begitu lama. Berdasarkan pengalaman yang telah kami lakukan, untuk membangun satu unit stabilisasi memerlukan waktu paling tidak satu tahun dengan pendanaan optimal. Sehingga pada tahun kedua USPD mampu terus megembangkan jumlah KPD tanpa harus diintervensi oleh pemerintah lagi.

0 komentar:

Post a Comment